Anak Purnawirawan TNI Tolak Wacana Anggota TNI Aktif Jadi Penjabat Kepala Daerah
Foto : Nurul Hasanah, beberapa waktu lalu saat mengguide proses identifikasi sebidang tanah di Ambon.
Maluku, AktualNews–Mendagri Tito Karnavian dalam keterangannya pada Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR RI Senin 15 Maret 2021 mengatakan : “Kita harus konsisten, Undang-Undang ini kita ikuti, kita jalankan untuk Pilkada tetap dilaksanakan di Tahun 2024, kita bisa revisi setelah kita laksanakan, bukan sebelum kita laksanakan”. Dalam keterangannya mantan Kapolri ini juga menjelaskan, “Pilkada merupakan amanat Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota yang ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2016, di mana nanti Pilkada akan dilaksanakan secara serentak di bulan November Tahun 2024”.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Anwar Hafid, dalam keterangannya hari Selasa 28 September 2021 lalu mengatakan mekanisme penunjukan Penjabat Kepala Daerah sebelumnya sudah diatur jelas dalam psl 201 ayat 9-11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyatakan penjabat gubernur, bupati, dan wali kota berasal dari kalangan aparatur sipil negara (ASN). Komentarnya ini dikemukakan menanggapi wacana penunjukkan Penjabat Kepala-Kepala Daerah yang akan segera berakhir tahun 2022-2023 ini dari jajaran TNI/Polri.
Dalam keterangannya itu Anwar Hafid mengatakan : “TNI/Polri sendiri tidak masuk dalam kategori ASN, sehingga jika mereka ditunjuk sebagai Plt kepala daerah justru nantinya dapat memunculkan atau menghidupkan kembali dwi fungsi TNI/Polri”.
Atas dasar pandangannya itu dia berpendapat opsi penunjukkan anggota TNI/Polri yang menjadi wacana publik beberapa waktu ini harus dikaji ulang, bahkan sekaligus dimintakannya agar pihak Pemerintah tidak menunjuk anggota TNI/Polri menjadi Penjabat (Pj), Pelaksana Tugas (Plt) atau pun Pelaksana Harian (Plh) Kepala Daerah.
Penolakan atas wacana ini datang juga dari kalangan PKS, namun ternyata bukan saja dari Partai Demokrat dan PKS yang kita tahu berada di luar pemerintahan, melainkan bahkan Junimart Girsang dari PDIP sendiri pun secara tegas menyatakan menolak. Menurut Junimart yang juga Praktisi Hukum senior yang duduk pada Komisi III DPR RI ini sebagaimana diberitakan media www.KumparanNews (Berita : “Ramai-ramai Tolak Wacana TNI-Polri Bisa Jabat Pj Kepala Daerah”, edisi 14 Oktober 2021) : “Tegasnya yang bisa menjadi Penjabat nantinya sesuai UU Pilkada dan UU ASN hanya dari ASN saja. TNI dan Polri dilarang keras masuk dalam politik praktis. UU sudah mengatur secara jelas dan tegas fungsi dan tugas TNI-Polri”.
Terakhir, sebagaimana diberitakan melalui media www.merdeka.com (Berita : “Analisis Dampak Penunjukan TNI-Polri jadi Penjabat Kepala Daerah”, edisi Rabu 5/1), pakar Otonomi Daerah yang juga mantan Dirjen Otda Kemendagri, Prof. Dhohermansyah Djohan, mengatakan : “Riskan atau kurang elok kan sudah kita tinggalkan zaman dwifungsi ABRI zaman orde baru, zaman reformasi ini jabatan sipil sebaiknya dijabat orang sipil”.
Tercatat, ada 271 Kepala Daerah akan segera mengakhiri masa jabatannya menghadapi ‘Pilkada Serentak’ tahun 2024 nanti, terdiri dari 101 orang pada tahun 2022 dan 170 orang pada tahun 2023. Beberapa Kabupaten/Kota di Maluku masuk juga, bermula Bupati Buru Ramly. I. Umasugi dan Wali Kota Ambon Richard. J. Louhenapessy pada tgl 22 Mei 2022 nanti.
Ketika polemik ini ditanyakan kepada Nurul Hasanah, Mantan Staf Pengajar salah satu perguruan tinggi di Maluku yang sekarang menjabat Direktur Eksekutif “Jaleda Institute” di Jakarta, dia mengatakan : “Saya anak purnawirawan Tentara, beberapa waktu lalu sempat duduk sebagai fungsionaris dalam kepengurusan FKPPI di daerah, ayah almarhum mulanya bertugas pada Unit Zipur di Lenteng Agung kemudian dimutasikan ke Ambon sebagai rintisan pembentukan unit Den Zipur-5 pada awal dekade 1970an hingga terakhir pensiun di Puskopad pada dekade 1990an, berarti saya adalah bagian dari TNI, setidak-tidaknya mengalir darah TNI-AD, tetapi kalau mau jujur saya justru sepakat dengan pendapat pak Anwar dan pak Junimart. Saya tidak mendukung wacana itu, sebab menurut pandangan saya pribadi, hal itu menyimpangi norma undang-undang sehingga kelak bisa merusak citra dan wibawa TNI dimata publik, dan juga berpotensi ikut memandulkan praktek demokrasi di negeri ini yang baru saja berangsur-angsur pulih setelah terpasung beberapa dekade dahulu baik pada masa rezim demokrasi terpimpin mau pun rezim demokrasi Pancasila pada era orde baru”.
Tentang pendapatnya itu menurut Nurul diyakininya bukan saja dirinya melainkan mungkin sekali masih ada juga lain-lain anak-anak purnawirawan tentara sependapat menolak digiringnya kembali anggota-anggota TNI masuk arena politik sebagai Penjabat Kepala Daerah entah Gubernur di Provinsi atau pun Bupati/Walikota di Kabupaten/Kota. Terutama, tukasnya, golongan milenial kelahiran tahun 1980an, yang ketika itu baru beranjak remaja sudah menyaksikan betapa “tentara” ibarat kepojok pasca dilengserkannya Presiden Suharto jelang akhir dekade 1990an.
Sempat dia tuturkan riwayat singkat pengabdian almarhum ayahnya sebagai anggota TNI, bermula pada Unit Zeni Konstruksi di Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan yang sekarang dipecah menjadi Yon Zikon 13/Karya Etmaka dan Yon Zikon 14/Sradha Wirya Samertitaya, baru pada awal dekade 1970an dimutasikan ke Ambon merintis terbentuknya Den Zipur yang belakangannya juga dikembangkan lagi menjadi Den Zibang 1/XVI dan Den Zipur 5/Cakti Mandraguna yang bermarkas di pesisir pantai Poka Kota Ambon. Terakhir, tambahnya, almarhum ditugaskan pada Puskopad-Rem Pattimura Dam XVI Cenderawasih yang saat itu bermarkas di Papua hingga pensiun pada dekade 1990an dan akhirnya wafat di Ambon pada tahun 2002.
Sambil menatap nanar ke depan dia mengaku khawatir, jangan-jangan ide ini malah sengaja diusung dan dikembangkan orang-orang tertentu yang diam-diam berniat mengiring TNI masuk lagi dalam kancah politik praktis mengabaikan jargon “back to basic” atau juga “back to kamp” padahal kemudian akan memicu antipathie dan hujatan yang menimbulkan kegaduhan baru.
Ditanyakan kira-kira mengapa dirinya bersikap menolak, wanita berdarah Palembang dari Okan Komering Ilir kelahiran Ambon yang bersuamikan seorang Praktisi Hukum ini dengan nada lantang mengatakan : “Coba lihat sendiri, baru saja terwacana malah sudah buru-buru memicu timbulnya kontroversi dengan mengundang aneka-ragam reaksi, malah bukan saja dari khalayak umum melainkan juga kalangan legislator di Senayan”. Adanya reaksi publik terhadap wacana ini menurut dia sangat rasional, karena Undang-Undang sudah menentukan secara jelas dan terang formasi-formasi jabatan kepala daerah yang lowong untuk menunggu pilkada serentak tahun 2024 harus diisi dari kalangan ASN.
Dia berpendapat, kalau komentar Mendagri Tito Karnavian mengatakan harus konsisten mengikuti Undang-Undang, maka mestinya konsistensi itu jangan hanya terhadap jadwal waktunya melainkan harus tunduk dan patuh mematuhi postur perundang-undangan secara utuh, termasuk norma yang menentukan pengisian formasi penjabat-penjabat Kepala Daerah dari ASN.
Ibu 2 (dua) anak yang pernah mengikuti pendidikan pasca sarjana program study Perencanaan Wilayah pada IPB Bogor ini berharap Menko Polhukam Prof. Mahfoed MD bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, mau melihat dan mempertimbangkan wacana ini secara arif dan tidak buru-buru menerima begitu saja seakan-akan ‘hembusan angin surga’ jangan sampai nanti di kemudian hari malah menjadi bumerang bagi Korps TNI. Idealnya, ujar dia mengakhiri pembicaraan, anggota TNI aktif tidak direkomendasikan untuk menduduki jabatan Pejabat Kepala Daerah entah sebagai Gubernur di Provinsi atau pun Bupati/ Walikota di Kabupaten/Kota, kecuali setelah lebih dahulu dipensiunkan atau mengundurkan diri, biar tidak menyimpangi ketentuan psl 47 ayat (1) UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.[ Red/Akt-13/Munir Achmad ]
AktualNews