Aktualinvestigasi.com|Bekasi | Setelah sempat terhenti selama tiga bulan, Polsek Tambun Selatan akhirnya kembali melanjutkan proses penyelidikan kasus dugaan investasi bodong Rainbow Shared Energy (RSE) yang sebelumnya telah dilaporkan oleh warga. Pada hari ini, Selasa (24/6), penyidik memanggil dua pihak penting dalam kasus ini, yakni terlapor saudara Aris dan saksi pelapor saudari Dinasari, untuk menjalani pemeriksaan di Mapolsek Tambun Selatan.


Langkah percepatan ini menjadi angin segar bagi para korban. Pemeriksaan tersebut sekaligus menandai komitmen baru dalam penyelesaian kasus yang sempat stagnan. Perkembangan positif ini turut dipengaruhi oleh dorongan dan peran aktif dari Dewan Helmi, SE, Sekretaris Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi dari Fraksi Partai Gerindra. Dewan Helmi diketahui intens berkoordinasi dengan Kapolsek Tambun Selatan serta pihak Polres Metro Bekasi untuk memastikan kasus ini kembali berjalan dan diusut secara tuntas.


Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerindra Tambun Selatan sekaligus pelapor kasus, Nanang Kosim, menyampaikan bahwa kehadiran dan kepedulian Dewan Helmi menjadi salah satu faktor penting yang mendorong langkah cepat Polsek dalam menangani laporan masyarakat.


> “Dewan Helmi menyampaikan bahwa kasus seperti ini harus ditangani dengan serius agar tidak terus memakan korban. Kami sangat mengapresiasi langkah beliau yang responsif,” ujar Nanang Kosim kepada media.




Nanang juga mengapresiasi kepemimpinan Kapolsek Tambun Selatan, Kompol Wuryanti, SH., MH., yang meski baru lima bulan menjabat, telah menunjukkan komitmen untuk melayani masyarakat dengan sepenuh hati. Dalam perbincangan singkat usai pemeriksaan, Kapolsek Wuryanti menyampaikan bahwa tugas kepolisian adalah menjadi tempat masyarakat mencari keadilan, sesuai dengan motto Polri: Melindungi, Mengayomi, dan Melayani Masyarakat.


> “Kami menyadari bahwa masyarakat datang ke kantor polisi untuk mencari keadilan. Itu sebabnya kami berkomitmen untuk melayani dengan tulus dan penuh tanggung jawab,” ujar Kompol Wuryanti. Ia juga menyarankan agar pelapor menambah jumlah saksi untuk memperkuat proses penyidikan, serta berkoordinasi langsung dengan Kanit Reskrim.




Dari pantauan awak media, terlapor saudara Aris hadir memenuhi panggilan penyidik dan keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 14.30 WIB. Kehadirannya menjadi perkembangan penting setelah beberapa bulan tidak ada kejelasan dalam proses hukum kasus tersebut.


Sementara itu, saksi pelapor Dinasari juga turut menjalani pemeriksaan. Kepada media, ia mengaku dijebak oleh janji manis dari skema investasi yang diperkenalkan oleh terlapor Aris.


> “Awalnya saya dikenalkan oleh Pak Aris dan dijanjikan keuntungan yang tinggi. Karena tergiur, saya akhirnya menyetor sejumlah uang ke investasi RSE,” tutur Dinasari.




Kasus dugaan investasi bodong RSE ini telah menimbulkan kerugian bagi sejumlah warga Tambun Selatan, dan diharapkan dengan kembalinya penyidikan aktif, kepolisian dapat segera menetapkan arah penanganan yang jelas. Masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati terhadap tawaran investasi dengan iming-iming tidak masuk akal yang berpotensi merugikan.


Dengan dukungan berbagai pihak, khususnya DPRD dan aparat penegak hukum, publik berharap kasus ini dapat ditangani secara profesional dan tuntas agar menjadi efek jera bagi pelaku serta pelajaran bagi masyarakat luas.


 



AktualInvestigasi.Com|Bekasi| Dalam rangka memperingati Hari Ujaran Kebencian Internasional pada Rabu, 18 Juni 2025, berbagai elemen masyarakat menyerukan pentingnya peran media dalam meminimalisir penyebaran ujaran kebencian, khususnya di tengah derasnya arus informasi digital. Dalam konteks ini, para jurnalis dan lembaga media diingatkan untuk memahami secara tegas batas antara produk jurnalistik yang sah dan konten bermuatan kebencian yang dapat berdampak hukum.


Salah satu tokoh yang menyoroti hal ini adalah Ketua Umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (Forum PWI), Rukmana, S.Pd.I., CPLA. Dalam keterangannya, Rukmana menegaskan bahwa media memiliki peran strategis sebagai penjernih informasi di tengah masyarakat yang kerap terpolarisasi oleh hoaks dan ujaran kebencian.


> “Media bukan hanya alat penyampai informasi, tapi juga pilar pendidikan publik. Pers harus mampu membedakan mana kritik yang sah dan mana konten yang mengarah pada provokasi, fitnah, atau diskriminasi,” ujar Rukmana dalam wawancara khusus di Jakarta, Rabu (18/6).




Ia juga mengingatkan bahwa dalam era digital, banyak pihak yang menyamarkan ujaran kebencian dalam bentuk opini, konten viral, atau bahkan tulisan yang menyerupai artikel jurnalistik. Hal ini menurutnya sangat berbahaya karena dapat membingungkan publik, dan dalam kasus tertentu bahkan dapat menjerat pembuatnya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).


> “Ketika seseorang menulis opini dan menyebarkannya tanpa dasar fakta, lalu menyerang kelompok tertentu dengan muatan SARA, itu bukan lagi produk jurnalistik. Itu bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian dan memiliki konsekuensi hukum,” tegas Rukmana.




Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, sepanjang 2024, setidaknya 12.487 konten bermuatan ujaran kebencian telah diturunkan dari berbagai platform. Banyak dari konten tersebut berasal dari akun pribadi yang mengklaim sebagai ‘jurnalis warga’ atau ‘aktivis media’, padahal tidak tunduk pada kode etik jurnalistik.


Dalam kesempatan yang sama, Rukmana juga mendorong media arus utama untuk lebih aktif memberikan edukasi publik tentang literasi informasi dan etika bermedia.


> “Forum PWI mendorong pelatihan jurnalistik yang berbasis etika dan keadaban digital. Kami percaya bahwa wartawan yang paham hukum dan kode etik tidak akan mudah tergelincir pada konten berbahaya,” tambahnya.



Peringatan tahun ini mengangkat tema global “Melawan Ujaran Kebencian Demi Perdamaian dan Inklusivitas”, sejalan dengan semangat menjaga ruang publik yang sehat dan inklusif, bebas dari narasi kebencian dan kekerasan simbolik.


Dengan makin kaburnya batas antara media profesional dan media sosial, masyarakat pun diimbau untuk lebih cermat dalam mengonsumsi dan membagikan informasi. “Jangan sampai kita menjadi penyebar kebencian tanpa sadar hanya karena ikut membagikan konten yang tampaknya 'kritis',” tutup Rukmana.

Bung_Risk

 



AktualInvestigasi.com|Jakarta - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon meluncurkan program Laboratorium Penerjemah Sastra dan Laboratorium Promotor Sastra sebagai bagian dari upaya strategis memperkuat ekosistem sastra nasional serta mendorong internasionalisasi karya sastra Indonesia.

 

Kegiatan ini dibuka dengan Diskusi Publik bertajuk “Sastra Mendunia: Peran Penerjemah dan Promotor dalam Internasionalisasi Sastra Indonesia” di Graha Utama, Kompleks Kemendikbud Jakarta pada 11 Juni 2025. Demikian siaran pers Kementerian Kebudayaan, Kamis (12/6/2025).


Menbud dalam sambutannya mengemukakan, sastra dan buku merupakan aset strategis dalam diplomasi kebudayaan, dan dunia sastra dan industri perbukuan Indonesia memiliki potensi besar untuk tampil di kancah global.

 

Namun, menurut Fadli Zon, tantangan nyata yang dihadapi saat ini adalah belum optimalnya konektivitas antara ekosistem sastra dan perbukuan nasional dengan ekosistem global.

 

"Ini merupakan tantangan yang harus kita jawab. Oleh karena itu program Laboratorium Penerjemah Sastra dan Promotor Sastra sangat penting sebagai wadah bagi pemula dan pelaku industri, termasuk editor dan pegiat literasi untuk turut membangun ekosistem agen sastra Indonesia dan mempromosikan karya-karya kita di tingkat internasional," katanya.

 

Ia menambahkan, sastra sangat penting dalam memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia, karena dari sastra bisa lahir banyak ekspresi budaya yang lain, termasuk banyak film yang merupakan adaptasi dari karya-karya sastra, misalnya film adaptasi karya Mochtar Lubis, Jalan Tak Ada Ujung dan Hujan Bulan Juni adaptasi puisi Pak Sapardi.

 

Diskusi publik itu sendiri dihadiri Dirjen Promosi, Diplomasi, dan Kerja Sama Budaya, Endah T.D. Retnoastuti; Direktur Bina SDM, Lembaga, Pranata Kebudayaan, Irini Dewi Wanti; Direktur Pengembangan Budaya Digital, Andi Syamsu Rijal; dan Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional, Anissa Rengganis.

 

Adapun narsum dalam kegiatan itu antara lain Dalih Sembiring (penerjemah), Eka Kurniawan (penulis), Lara Norgaard (penerjemah), Jérôme Bouchaud (agen sastra), Dhianita Kusuma Pertiwi (penerjemah), dan Yani Kurniawan (agen sastra).

 

Program Laboratorium Penerjemah Sastra dan Promotor Sastra ini merupakan bagian dari Penguatan Ekosistem Sastra yang terdiri dari tujuh program utama di bawah koordinasi Anissa Rengganis, Staf Khusus Menteri Kebudayaan Bidang Diplomasi Budaya.

 

Lima program lainnya meliputi Manajemen Talenta Nasional (MTN) Bidang Sastra, Penguatan Komunitas Sastra, Penguatan Festival Sastra, Penerjemahan Sastra, serta Pengembangan Sastra Berbasis Intellectual Property (IP).

 

Program Laboratorium Penerjemah Sastra dirancang untuk menjawab kebutuhan mendesak akan keberadaan penerjemah sastra Indonesia yang andal dan profesional. Melalui pelatihan intensif yang melibatkan narasumber nasional dan internasional, program ini menargetkan lahirnya generasi penerjemah yang dapat mengangkat karya-karya sastra Indonesia ke panggung global.

 

Sementara itu Laboratorium Promotor Sastra bertujuan membekali agen dan promotor sastra dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memperluas jaringan dan akses karya sastra Indonesia di dunia internasional. Materi yang diberikan mencakup agensi sastra, hak cipta, strategi pitching, pemasaran hak terjemahan, dan negosiasi kontrak penerbitan.

 

Pendaftaran program ini dibuka 26 Mei - 15 Juni 2025 (untuk Penerjemah Sastra) dan 26 Mei - 16 Juni 2025 (untuk Promotor Sastra), sementara pelaksanaan kelas akan dimulai pada Juli hingga September 2025, berlangsung secara luring dan daring. Informasi lengkap kedua program itu juga tersedia di akun resmi Instagram @pusbangfilm dan @kemenkebud.

 

Dalam kaitan ini, Dirjen Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Ahmad Mahendra mengemukakan adanya lima ekosistem yang tengah diperkuat, yakni ekosistem film, musik, seni pertunjukan, seni rupa, dan yang kini sedang sangat berkembang, yaitu ekosistem sastra.

 

“Kebetulan sebelumnya kami menangani ekosistem film, sebagai Direktur Perfilman, Musik, dan Media. Perkembangan dunia film sangat menggembirakan. Harapannya, semangat yang sama juga tumbuh di ekosistem sastra, dan bersama-sama kita menjadikan sastra Indonesia mendunia serta menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” katanya.

 

Dalam pemetaan awal terhadap ekosistem sastra, dirinya telah berdiskusi dengan berbagai pihak. Walaupun belum mencakup semuanya, langkah itu menunjukkan semangat untuk menguatkan ekosistem sastra yang sejatinya memiliki sejarah panjang dan kuat di Indonesia.

 

“Dulu sastra Indonesia sangat hidup dan berpengaruh. Sudah saatnya kita kembali menempatkannya di panggung nasional dan internasional, dan upaya memperkuat ekosistem sastra perlu dipetakan ke dalam lima ranah utama, yakni kreasi dan produksi, diseminasi, konsumsi dan apresiasi, internasionalisasi, serta penguatan SDM dan infrastruktur,” ujarnya.

 

Sementara itu salah satu narasumber yang akan menjadi mentor pada program ini, Lara Norgaard, melalui video mengungkapkan antusiasmenya untuk terlibat aktif sebagai mentor Laboratorium Penerjemah Sastra.

 

Penulis esai dan penerjemah fiksi Indonesia, Brasil, dan Amerika Latin tersebut dalam diskusi publik itu berharap program ini dapat menjadi ruang pembelajaran dan kolaborasi bagi penerjemah-penerjemah pemula Indonesia.

 

Senada dengan itu, Jérôme Bouchaud, agen sastra di Astier-Pecher Literary Agency berbasis di Paris yang juga mentor Promotor Sastra dalam video yang sama menyebutkan, Sastra Indonesia memiliki potensi kuat untuk dikenal secara internasional. Ia juga mengingatkan perlunya kecermatan dalam mengidentifikasi potensi, mengangkatnya kembali, dan mengembangkannya.

Bung Risk

 



AktualInvestigasi.com| Bali, - Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) dan Australia bekerja sama dengan Kejaksaan Republik Indonesia

menyelenggarakan Seminar Nasional, menjadi ajang penting dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai Tindak Pidana penyelupan Manusia(TPPM).


Seminar nasional yang diselenggarakan ini berlangsung pada tangal 02-05 Juni  2025 di hotel Interconental menghadirkan pakar hukum pidana dari Kejaksaan Agung RI."(08/6/25).


Jaksa Ahli Utama pada Jampidum  Dr. Fri Hartono, SH, MH, ahli pidana , sebagai narasumber  yang membahas tindak pidana penyelundupan orang dan memberikan pembekalan kepada penyidik Polri dan Penyidik ppns imigrasi.



Dalam paparannya Dr fri hartono, mengatakan tentang tindak pidana penyelundupan manusia kepada para penyidik polri dan imigrasi,yaitu diharapkan para penyidik lebih memahami ketentuan uu nomor 6 tahun 2011 tentang imigrasi, dan diharapkan penyidik polri dan imigrasi harus bersenergi dalam menangani kasus tindak penyelundupan orang, yang beririsan dengan Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO), Untuk itu, kita harus bersenergi, jangan ada  ego central," ujar Fri Hartono.


Dr fri hartono, yang juga Jaksa Ahli Utama pada Jampidum serta Wudyaswara pada Badan Diklat. selain memberi pembekalan pada 

penyidik Polri dan Penyidik PPNS imigrasi. Dihari pertama Dr. Fri Hartono menjelaskan  tentang undang undang nomor 6 tahun 2011,yaitu terkait Tindak pidana penyelundupan manusia (people smuggling) adalah kejahatan yang diatur dalam Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011. Ini melibatkan tindakan membawa seseorang secara ilegal ke suatu negara atau keluar dari suatu negara untuk mendapatkan keuntungan, tanpa melalui prosedur imigrasi yang sah."ujarnya.


Selanjutnya, pada hari kedua para peserta melakukan diskusi dan paparan tentang tindak pidana penyelundupan manusia,dan

diharapkan pada para perserta dapat menyebarkan informasi yang diperoleh kepada komunitas masing-masing untuk meningkatkan kewaspadaan dan upaya pencegahan terhadap kejahatan-kejahatan tersebut,

Seminar ini bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahayanya tindak pidana penyelundupan manusia. dan Dr. Fri Hartono berharap pelatihan ini dapat dilaksanakan oleh Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) diwilayaah lain, Seprti  di wikayah Perbatasan kalimantan, NTT dan Aceh serta Ambon." Pungkasnya.

Editor: Ricky Rivanda

Diberdayakan oleh Blogger.