Aktualinvestigasi.com | Bekasi, 8 Juli 2025 | Ketua Umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI), Rukmana, S.Pd.I., CPLA, melayangkan kritik tajam terhadap Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Komarudin Hidayat, atas pernyataannya yang kembali menggunakan istilah “wartawan bodrek”.


Dalam podcast FPWI yang digelar di Kantor Forum PWI, Jl. Ratna, Kota Bekasi, Rukmana menilai istilah tersebut tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat tinggi lembaga pers, apalagi yang berlatar belakang akademisi.


> “Pernyataan Ketua Dewan Pers terkait istilah wartawan bodrek sangat merendahkan profesi wartawan. Seharusnya beliau lebih bijak memilih diksi, apalagi sebagai Profesor Doktor,” ujar Rukmana.




Menurutnya, istilah "wartawan bodrek" kerap disalahgunakan untuk menggeneralisasi mereka yang bukan pelaku jurnalistik profesional. Ia menegaskan, istilah yang lebih tepat adalah oknum wartawan, bukan wartawan bodrek.


> “Wartawan adalah profesi yang mulia. Jangan disamaratakan dengan mereka yang tak menjalankan tugas jurnalistik atau tak bernaung di perusahaan media resmi,” tegasnya.




Rukmana juga mengingatkan bahwa sejarah mencatat wartawan memiliki peran penting sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga era kemerdekaan Indonesia. Ia menyebut Bung Tomo sebagai contoh nyata wartawan yang berkontribusi besar dalam menyuarakan proklamasi kemerdekaan.


Sementara itu, DR. HC. Sastra Suganda, yang turut hadir dalam podcast tersebut, menyampaikan pentingnya hubungan harmonis antara wartawan dan pemerintah.


> “Wartawan itu seperti garam dan obor — memberi rasa dan menerangi. Peran mereka strategis dalam menentukan warna sebuah bangsa,” ujar Sastra.




FPWI mendesak agar para pejabat publik, khususnya di lembaga pers, lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan yang dapat mencederai martabat profesi wartawan.


Bendahara Umum FPWI Wiratno, turut angkat bicara, ada seorang Kepala Daerah, sebut saja Dedi Mulyadi gubernur Jawa Barat yang mengatakan tidak perlu bekerja sama dengan wartawan (media), menurut saya ini tak elok untuk dikemukakan ke publik", kritik Wiratno.

Redaksi 

 



Aktualinvestigasi.com | Jakarta, 9 Juli 2025 | Dalam upaya mendukung penerapan standar keamanan internasional di lingkungan pelabuhan, Recognized Security Organization (RSO) PT Pertamina Trans Kontinental menggandeng PT Pertamina Maritime Training Center (PMTC) dalam penyelenggaraan Pelatihan IMO Model Course 3.21 – Port Facility Security Officer (PFSO). Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, mulai Senin hingga Rabu, 7–9 Juli 2025, bertempat di Hotel Patra Jakarta.



Pelatihan ini diikuti oleh 23 orang Perwira Pertaminayang bertugas di berbagai Fasilitas Pelabuhan (Faspel) Pertamina di seluruh Indonesia. Seluruh peserta merupakan bagian dari garda terdepan dalam pengelolaan dan pengawasan sistem keamanan pelabuhan, yang kini dituntut untuk memiliki kompetensi sesuai ketentuan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code.



RSO PTK menunjukkan komitmen kuat dalam peningkatan kompetensi personel melalui pelatihan ini. “Kami menaruh perhatian lebih terhadap peningkatan kapasitas SDM keamanan pelabuhan melalui pelatihan bertaraf internasional, agar setiap fasilitas pelabuhan Pertamina mampu memenuhi standar global dalam sistem pengamanan,” ujar Koordinator RSO PTK, Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam pembukaan acara.



Pelatihan ini menghadirkan narasumber berpengalaman di bidang keamanan maritim, yaitu Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, Capt. Ekky Saputra, dan Capt. Ramses Butarbutar. Ketiganya membawakan materi strategis seputar peran dan fungsi PFSO, teknik penilaian risiko, penyusunan rencana keamanan pelabuhan (PFSP), hingga praktik identifikasi ancaman dan tanggapan terhadap insiden keamanan, agar setiap tindakan yang diambil ketika ada ancaman kemanan menjadi tepat guna dan tepat sasaran.



Pelatihan IMO Course 3.21 ini bertujuan untuk menjadikan seluruh Faspel yang dimiliki oleh Pertamina memiliki tingkat keamanan bertaraf internasional, sesuai dengan ketentuan ISPS Code. Dengan peningkatan ini, diharapkan proses operasional pelabuhan akan berjalan lebih aman, efisien, dan termonitor dengan baik.



Kegiatan ini sekaligus menjadi bentuk nyata kontribusi RSO PTK dalam membangun budaya keamanan maritim yang adaptif terhadap tantangan global, sekaligus mendukung kelancaran logistik dan distribusi energi nasional.

Redaksi

Diberdayakan oleh Blogger.