Kediri, Jawa Timur
  – AktualInvestigasi.com | Nasib tak pernah dibayangkan sebelumnya. Eddy Susanto (49) warga Kediri yang membeli sebuah rumah tingggal yang terletak di jalan KH.Agus Salim RT 005/RW001 Bandar Kidul, Mojoroto, Kediri. Harga rumah senilai Rp 600 juta yang rencana akan dilunasi dengan mencicil malah jadi permasalahan Hukum.


Perkara sebelumnya, terdampak dari Angga, yang menurut pengakuan Eddy sebagai kenalannya yang sering ngopi bareng di Kediri. “Melalui Angga akhirnya Eddy berhasil mendapatkan kredit kepemilikan rumah (KPR) dari BPR Kota Kediri senilai Rp 400 juta rupiah. Tentu sudah melalui proses analisa kredit dan perikatan akte jual beli yang dipersiapkan notaris di kota Kediri.

Belakangan, setelah enam tahun berlalu, tepatnya 23 November 2021, saya kaget mendapatkan surat panggilan dari Kejari (Kejaksaan Negeri) Kota Kediri untuk saksi akibat kredit macet di BPR Kota Kediri.” Ucap Eddy yang merupakan wiraswasta di bidang teknisi mesin dan supplier spareparts


Ada beberapa kredit macet di BPR milik Pemkot Kediri tersebut, salah satunya adalah kredit yang ditandatangani oleh Eddy Susanto.


Setelah mengetahui dirinya sebagai saksi kredit macet, Eddy Susanto, tetap beritikad baik untuk menyelesaikan kredit tersisa. “Saya meminjam uang dari orang tua saya sebesar Rp 370 juta demi melunasi hutang tersebut,” katanya kepada Tim Media Group News Network di Tangerang, Minggu lalu, (28/8/2022).


Eddy menceritakan bahwa dirinya merasa Heran dan Kaget, berdasarkan pemberitaan di sejumlah media lokal yakni Radar Kediri.


Diberitakan bahwa Eddy adalah karyawan yang berpenghasilan Rp 5 juta namun diberikan kredit hingga Rp 500 juta, dan TVonenews.com menulis Bahwa ES adalah seorang Supir yang memalsukan identitas sebagai pemilik perusahaan “Saya bukanlah sopir, tapi wiraswasta,” lanjut Eddy


 Eddy merasa heran kok pemberitaan tidak sama sekali mengungkapkan niat baiknya.

“Saya sudah mencicil hutang tersebut selama tujuh bulan dan juga jaminannya ada tanah seluas 558 m2 dengan sertifikat HM No.. 264, bukan tanpa jaminan,” Jelasnya.


Lebih lanjut, dirinya juga mengupayakan pelunasan hutang yang tersisa sebesar Rp 370 juta. Dana sebesar itu, kata dia, diperoleh dari orangtuanya, dan telah ditransfer ke rekening BPR melalui BCA pada tanggal 20 Juni 2022 dan diketahui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) setempat.


Eddy merasa heran, dirinya yang semula dipanggil sebagai saksi untuk AO (account Officer) BPR namun belakangan malahan ditetapkan sebagai tersangka.


Penetapan sebagai tersangka, jelas Eddy, baru dia ketahui tanggal 28 Agustus 2022 melalui surat panggilan Kejaksaan Negeri Kediri. “Betul saya disuruh menghadap ke Kejaksaaan Negeri Kediri tanggal 6 September ini,” urainya lebih lanjut.

Trial By The Press

Menanggapi pemberitaan di media lokal, pengamat media Indra Kusuma sangat menyayangkan adanya pemberitaan yang tidak seimbang dan memojokkan korban. “Ini adalah perbuatan pengadilan oleh media massa (trial by the press) dan melanggar etika jurnalistik,” kata Indra yang dimintai tanggapannya seputar pemberitaan kasus aneh kredit macet yang berakibat tersangkanya nasabah.


Padahal, lanjut Indra, kasus macetnya kredit ini melibatkan banyak pihak mulai dari acccount officer (AO), notaris, kreditur dan juga peranan pihak lainnya yang tak lain adalah Angga yang merupakan broker kredit perbankan yang sampai dengan berita ini diturunkan belum diketahui rimbanya.


Pihak Kejaksaan Negeri Kediri yang dimintai konfirmasinya melalui pesan WA belum memberikan jawaban. Selamat siang Pak Nurngali, kami ingin konfirmasi tentang kasus kredit macet Eddy Susanto yang telah ditetapkan sebagai tersangka bersama 3 orang lainnya. padahal Eddy Susanto beritikad baik dan ingin melunasi hutangnya? Atas dasar apa ybs ditetapkan sebagai tersangka sementara pihak AO bank dan pihak terkait lainnya, notaris dsb belum ditetapkan sebagai tersangka?!


Sejauh ini tidak ada jawaban dari pihak Kejaksaan kendari pesan WA tersebut sudah terbaca dengan tanda centang dua.

Kedit Macet Bukan Pidana, dan sebagai informasi pemerintah telah memberikan perhatian khusus terhadap penanganan kredit macet yang dimasukkan sebagai tindakan korupsi.


Kasus kredit macet bank masuk kategori pidana korupsi jika dalam proses pihak pemberi dan penerima kredit tidak memperhatikan jaminan dan ada kesepakatan jahat pemberian fee.


Sebagaimana diberitakan Kabar24.bisnis.com tanggal 24 Maret 2022, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tidak akan mengkategorikan perkara kredit macet bank sebagai kasus tindak pidana korupsi.


Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus, Supardi mengemukakan bahwa penyidik akan memilah kasus kredit macet bank apakah masuk kategori pidana atau perdata. Menurut Supardi, kasus kredit macet bank masuk kategori pidana korupsi jika dalam proses pihak pemberi dan penerima kredit tidak memperhatikan jaminan dan ada kesepakatan jahat pemberian fee untuk pencairan kredit.


“Kredit macet bank itu masuk ranah perdata jika ada perjanjian kredit lalu perusahaan penerima kredit bangkrut, tetapi masih memiliki jaminan aset yang lengkap untuk proses pengembalian kredit kepada bank negara. Kalau jaminannya lengkap itu masuknya ke ranah perdata. Tetap bisa dipilah kok kasus kredit macet bank itu, mana yang pidana dan mana yang perdata,” katanya.


Sementara itu anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman menambahkan perkara kredit bank yang macet itu saat ini sudah dimanfaatkan oleh pihak ketiga dan oknum aparat penegak hukum untuk mengambil keuntungan pribadi dari kasus kredit macet. “Jadi kasus semacam ini sudah jadi semacam pola ada pihak ketiga yang pakai instrumen legal untuk mengambil aset debitur tadi untuk kongkalikong dengan pihak aparat tadi,” katanya.[Akt-002/RED-AI/I/2022].

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.