NUSANTARAEXPRESS, DURI – Seolah tidak ada habisnya kalau diskusi mengenai Blok Rokan, suatu anugerah yang diberikan Allah SWT kepada masyarakat Provinsi Riau dengan minyak mentahnya. Penyumbang devisa terbesar dari sektor migas di Indonesia.

Apa hubungannya dengan Blok Rokan. Inilah diskusi kami di seputaran Jl. Mawar di Kantor Hukum Elida Netty, S.H., M.H., CPLC, Rabu 21 Juli 2021 dari pukul 20.00 Wib – 23.00 Wib.

Diskusi sederhana ini sangat hidup walau hanya cuma bertiga, saya sendiri sebagai penulis, Mas Agung Marsudi senior saya yang tidak diragukan lagi sepak terjangnya di provinsi Riau dan tingkat nasional seolah perbincangan migas kalau tidak ada beliau tidak hidup dan kakanda Elida Netty, S.H., M.H., CPLC, perempuan yang satu ini bukan perempuan biasa, namun perempuan yang sangat hebat dengan kiprahnya. Bukan hanya tingkat provinsi Riau, namun tingkat nasional dengan pendampingan hukum yang ia geluti. Dan ia juga salah satu tokoh perempuan Riau yang selalu bersuara vokal di tingkat nasional.




Benarkah “Blok Rokan” Sudah Menopause ?

Kembali dalam pembahasan Blok Rokan, seperti tulisan sebelumnya yang pernah saya tulis di NusantaraExpress.top terkait dengan “Riuh Penonton Jelang Film “Blok Rokan” Dimulai”.  Dalam diskusi yang kami lakukan juga membahas bagaimana peranan masyarakat Riau sendiri sebagai tuan rumah setelah berakhirnya kontrak kerja PT. Chevron Pacific Indonesia (PT.CPI) dengan Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan. Bagaimana peranan masyarakat Riau, khususnya masyarakat Mandau sebegai pemilik otoritas wilayah yang ditinggalkan PT. CPI setelah 50 tahun mengeksploitasi sumur minyak di Provinsi Riau secara keseluruhan. Khususnya di Mandau – Duri.

Karena diskusi ini memang tidak formal, namun juga tidak acak-acakan. Diskusi ini terlihat hidup dan memberikan inspirasi dan pemikiran inovatif guna menyusun konsep kedepannya dan menjawab Benarkah “Blok Rokan” Sudah Menopause ?.

Sangat menarik, ketika sahabat serta senior saya Mas Agung Marsudi. Beliau menganalogikan PT. CPI sebagai seorang pria dan sumur minyak yang ada di Provinsi Riau bagaikan seorang wanita dari perawan hingga menua dengan kawin kontrak. Karena kontrak perkawinan sudah berakhir maka mereka akhirnya berpisah. Jangankan mendapat harta gono gini, ehhhhhh justru malah meninggalkan segudang masalah dengan ekosistem alamnya dan masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan.

Berbeda dengan kakanda saya Elida Netty, S.H., M.H., CPLC, justru apa yang ia katakan menjadi pemikiran kita bersama. Benarkah gadis yang sudah dinikahi itu sudah menopause ?. atau sekedar diisukan menopause ?. makanya diserahkan kembali kepada kedua orang tuanya.

“Tapi saya bingung, kedua orang tuanya dimana?... kok diam saja ya” Jelasnya dengan gaya khas menyampaikan kepada kami berdua. Kami sambut dengan ketawa dan akhirnya kami berduapun nyeletuk, biar kita carikan nanti ibu dan bapak angkat.. Gerrr ketawa kami bertiga pecah saat menerjemahkan bahasa dari Kakanda Elida Netty, S.H., M.H., CPLC.

Ada catatan-catatan kecil yang mungkin tidak menarik perhatian masyarakat secara keseluruhan, namun bagi kami ini sangat menginspirasi terkait Blok Rokan yang akan di take over pada bulan Agustus 2021 nanti.

“Sudah saatnya masyarakat Riau khususnya di Mandau ambil peranan itu terkait Blok Rokan, namun bukan peranan yang salah kaprah. Tapi peranan yang diambil adalah sesuai dengan kajian otonomi daerah denga konsep dasarnya adalah perundang-undangan”.

“Kita masyarakat Mandau sebagai orang tua gadis yang dinikahi dengan kawin kontrak dengan pemuda asal Amerika dalam hal ini PT. CPI untuk menyelamatkan aset-aset yang ada pasca kepergian PT. CPI. Bukan justru mereka orang luar yang mengambil asetnya. Dan yang lebih parahnya lagi, pumping unit yang seyogyanya dapat menghasilkan minyak dengan maksimal justru malah banyak yang di “Prostatkan”. Jelas Elida Netty, S.H., M.H., CPLC.

“Apalagi terkait dengan Cost Recovery, kepada siapakah harus diserahkan. Apakah harus dikembalikan ke pengelola baru pengganti Chevron yaitu Pertamina, ataukah harus dikembalikan ke pemilik ladang secara hakiki yaitu pemerintah daerah sesuai dengan aturan otonomi daerah. Berdasarkan undang-undang no. 32 tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan undang-uandang no. 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah, defenisi atau arti otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Papar Elida Netty, S.H., M.H., CPLC.



Yang menjadi pertanyaan, kemana orang tua si gadis yang sudah dinikahi dan ditinggal suaminya karena masa kontrak perkawinan sudah usai?

Mari menjadi pemikiran bersama.

 

Penulis: Mislam

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.